Prof. Dr. Yudi Latif, MA., P.hD jadi Pembicara dalam Seminar Nasional Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Palopo
Program Studi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Palopo mengadakan Webinar Nasional (3/7/2020) dengan tema “Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP) dan Prospek Politik Hukum dan Ketatanegaraan Islam dalam Bingkai Pancasila dan UUD-45”. Kegiatan ini diawali dengan sambutan Rektor Institut Agama Islam Negeri Palopo Dr. Abdul Pirol, M.Ag.
Pada acara Webinar Nasional ini, Prof. Dr. Yudi Latif, MA., P.hD telah menjelaskan secara luas dan mendalam tentang sejarah dari Haluan Ideologi Pancasila: Judul awal Prolegnas adalah RUU-PHIP (Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila)
Kemudian menjadi RUU-HIP, kemudian konon sudah berubah lagi menjadi RUU-PIP. Nah, Apakah berhubungan sejarahnya dengan RUU-HIP (PIP) ini ke masa lalu ketika Tap MPR No II 1978, tentang P4, kemudian Kepres No 10 tahun 1979 tentang BP7 di masa orde baru kemudian Perpres di Era Reformasi lahir lembaga UKP-PIP kemudian berubah lagi menjadi BPIP, dan dari masa sejak BPIP inilah muncul RUU-HIP yang disebut sebagai Payung Hukum Ideologi Pancasila. Jadi selama ini? Kemudian, bagaimana persfektif politik hukum dan ketatanegaraan Islam dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945? Beberapa Point materi Prof. Yudi Latif P.hd
(1) Menyikapi RUU-HIP, harus didudukkan masalahnya pada porsinya atau proporsional, jangan ditarik terlalu jauh keluar agar tidak melenceng juga yang justru akan menjadi masalah baru. (2) Pancasila, pada dasarnya tidak memerlukan UU baru seperti diajukan dalam prolegnas DPR RI – RUU-HIP sebab sudah diatur di dalam banyak perundang-undangan dan Perpres. (3) Lebih tepat jika RUU-HIP ini diganti dengan membentuk semacam Badan Sosialisasi Pancasila, atau memberdayakan lembaga lembaga yang ada di PT, Kementerian dan Lembaga lembaga lainnya, hanya masalahnya lembaga-lembaga itu seringkali tidak amanah menjalankan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. (4) Dalam sejarah ketatanegaraan Islam juga diajarkan dan dipraktekkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Pancasila. (5) RUU-HIP cenderung menyimpang dari Makna dan nilai-nilai Pancasila. (6) RUU-HIP itu rawan dan potensi bermasalah jika dicermati dari pasal ke pasal, misalnya di pasal 1 tentang definisi sampai 10 definisi yang masih mengandung banyak masalah, kemudian “ketuhanan yang berkebudayaan” (Pasal 7 ayat 2), Lalu ada pasal membatasi demokrasi pada politik dan ekonomi (pasal 13,14 dan 15), dan seterusnya. (7) Pancasila Tidak Boleh Dipolitisasi, sebab akan menyelewenkan nilai nilai dan prinsip serta moral pancasila (8) ketimbang Pancasila sebagai Ideologi, akan lebih tepat dan bermakna luas jika Pancasila dimaknai : a) sebagai DASAR FILOSOFI NEGARA, Pancasila Juga b) sebagai MORAL PUBLIK (civil religion), c) sebagai haluan pembangunan. (9) Hikmah Munculnya RUU-HIP menjadi Teguran dan Peringatan bagi Bangsa serta Menyadarkan kita agar Menjaga Pancasila dari Segala Upaya dan Gangguan Pengaburan Makna Pancasila yang sesungguhnya. (10) Pancasila dalam wawasan keislaman dapat disebut sebagai atau Kalimatun Sawa, sebagaimana dimaknai oleh Prof Nurcholis Majid. (Catatan:Hamsah Hasan).